LUPA BAYAR ZAKAT FITRAH
Kalau lupa bayar zakat fitrah, hukumnya
seperti apa? Apakah bisa diganti? (08156865955)
Jawab :
a. Batas Waktu Akhir Zakat Fitrah
Sebelumnya perlu dipahami dulu batas waktu akhir
zakat fitrah, sehingga akan menjadi jelas bahwa orang yang lupa membayar
zakat fitrah artinya adalah lupa membayar sampai melewati batas akhir
itu.
Batas waktu terakhir (nihayatu waqtin)
mengeluarkan zakat fitrah menurut kami adalah shalat Idul Fitri, bukan
tenggelamnya matahari pada hari Idul Fitri. Barangsiapa mengeluarkan
zakat fitrah sebelum shalat Idul Fitri, zakatnya diterima. Sedang
barangsiapa mengeluarkan zakat fitrah setelah shalat Idul Fitri, maka
itu hanya dianggap sedekah, tidak dianggap zakat fitrah. (Mahmud Abdul
Lathif Uwaidhah, Al-Jami' Li Ahkam Ash-Shiyam, hal. 319; Ibnu
Hazm, Al-Muhalla, Juz 2, hal. 339, mas`alah no. 718).
Dalilnya adalah apa yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas
RA, bahwasanya :
فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم زكاة الفطر طُهْرَةً للصائم من اللغو والرَّفَث وطُعْمةً للمساكين ، من أداها قبل الصلاة فهي زكاة مقبولة ، ومن أداها بعد الصلاة فهي صدقة من الصدقات
"Rasulullah SAW telah memfardhukan zakat
fitrah sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia
dan perkataan kotor dan juga sebagai makanan untuk orang-orang miskin.
Barangsiapa menunaikan zakat fitrah itu sebelum shalat [Idul Fitri] maka
itu zakat yang diterima. Dan barangsiapa menunaikan zakat fitrah itu
setelah shalat [Idul Fitri] maka itu satu shaqadah dari
shadaqah-shadaqah." (HR Abu Dawud, no 1609; Ibnu Majah,
Ad-Daruquthni, dan Al-Baihaqi. Juga diriwayatkan dan
disahihkan oleh Al-Hakim (1/409), dan disetujui oleh Adz-Dzahabi).
(Lihat Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Al-Jami' Li Ahkam Ash-Shiyam,
hal. 317; Imam Ash-Shan'ani, Subulus Salam, 2/139).
Berdasarkan dalil di atas, jelaslah bahwa batas waktu
pembayaran zakat fitrah adalah pelaksanaan shalat Idul Fitri.
Barangsiapa yang belum membayar zakat fitrah tanpa udzur hingga shalat
Idul Fitri, dia berdosa dan kewajiban zakat fitrah itu tidak gugur dari
orang itu. Zakat fitrah itu menjadi hutang yang tetap wajib dibayarnya
sesudah itu. Dengan kata lain, orang tersebut wajib meng-qadha` zakat
fitrahnya walau pun telah lewat dari waktu yang ditentukan.
Pendapat yang kami anggap kuat (rajih) dalam
hal batas akhir zakat fitrah ini memang berbeda dengan pendapat jumhur
(Malikiyah, Hanabilah, Syafi'iyah), yaitu batas akhir zakat fitrah
adalah tenggelamnya matahari pada hari raya Idul Fitri. Jadi, menurut
jumhur zakat fitrah tetap sah walaupun dibayar sesudah shalat Idul Fitri
hingga datangnya waktu maghrib pada hari Idul Fitri atau pada tanggal 1
Syawal. Hanya saja, ulama Hanabilah dan Syafi'iyah memandang makruh
mengeluarkan zakat fitrah sesudah shalat Idul Fitri. (Wahbah Az-Zuhaili,
Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, 2/906-908; Abdurrahman
Al-Jaziri, Al-Fiqh' Ala Al-Madzahib Al-Arba'ah, 1/425; Muhammad
bin Abdurrahman Ad-Dimasyqi, Rahmatul Ummah fi Ikhtilaf Al-A`immah,
hal. 62).
Namun pendapat jumhur ini tidak dapat diterima,
karena dalilnya lemah. Dalil ulama jumhur adalah hadits riwayat Ibnu
Umar bahwa Nabi SAW bersabda :
أغنوهم عن الطلب في هذا اليوم
Aghnuuhum 'an ath-thalab fi haadza
al-yaum
"Cukupilah mereka [orang-orang miskin] dari
minta-minta pada hari ini [Idul Fitri]." (HR Ad Daruquthni,
2/153, Al-Baihaqi, 4/175). (Lihat Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh
Al-Islami wa Adillatuhu, 2/908; Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Al-Jami'
Li Ahkam Ash-Shiyam, hal. 317).
Menurut Syaikh Nashiruddin Al-Albani hadits tersebut
lemah (dhaif), karena dalam sanad hadits tersebut ada perawi yang
lemah, yaitu perawi bernama Abu Ma'syar (dalam riwayat Ad-Daruquthni
dan Al-Baihaqi) dan Muhammad bin Umar al-Waqidi (dalam riwayat Ibnu
Sa'ad dalam Thabaqah-nya). (Nashiruddin Al-Albani Mukhtashar
Irwa` Al-Ghalil, 1/62, hadis no 844; Irwa' Al-Ghalil, 3/332,
hadis no 844). Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani telah menegaskan
kedhaifan isnad hadits Ibnu Umar dalam riwayat Ad-Daruquthni, karena ada
perawi bernama Muhammad bin Umar Al-Waqidi. (Imam Ash-Shan'ani, Subulus
Salam, 2/138). Dalam kitab Al-Majmu' (6/126), Imam An-Nawawi
juga telah menjelaskan kedhaifan hadits di atas dengan berkata :
(و(أما) حديث (اغنوهم عن الطلب في هذا اليوم) فرواه البيهقي باسناد ضعيف
"Adapun hadits "Cukupilah mereka [orang-orang
miskin] dari minta-minta pada hari ini", ia diriwayatkan oleh
Al-Baihaqi dengan isnad dhaif." (Imam An-Nawawi, Al-Majmu' Syarah
Al-Muhadzdzab, 6/126).
Dengan demikian, jelaslah bahwa hadits di atas adalah
dhaif sehingga tidak layak menjadi hujjah (dasar hukum) bagi jumhur
ulama bahwa batas akhir zakat fitrah adalah tenggelamnya matahari pada
hari Idul Fitri. Yang benar, batas akhir zakat fitrah adalah shalat Idul
Fitri, bukan tenggelamnya matahari pada hari Idul Fitri.
Dari sini dapat diketahui, bahwa lupa membayar zakat
fitrah artinya adalah lupa membayar hingga terlampauinya batas akhir
zakat fitrah, yaitu shalat Idul Fitri, bukan tenggelamnya matahari pada
hari Idul Fitri atau datangnya waktu maghrib pada hari Idul Fitri.
b. Wajib Mengqadha` Zakat Fitrah Bagi Orang
Yang Lupa
Orang yang lupa melaksanakan zakat fitrah tidak
berdosa, karena lupa (an-nisyan) merupakan salah satu udzur
syar'i yang menggugurkan dosa. Hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW :
إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ
"Sesungguhnya Allah telah memaafkan dari umatku
[dosa karena] tersalah (tidak sengaja), lupa, dan apa-apa yang
dipaksakan atas mereka." (HR Ibnu Majah, no 2033; Ibnu
Hibban, no 7342; Ath-Thabrani, dalam Al-Mu'jam
Al-Kabir, no 1414).
Namun kewajiban zakat fitrah itu tidak gugur dari
orang yang lupa membayarnya dan dia tetap wajib mengqadha` zakat fitrah
itu. (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, 2/908).
Kewajiban mengqadha` zakat fitrah itu didasarkan pada kaidah fikih
berikut sebagaimana dikemukakan Imam Ash-Shan'ani :
الجاهل والناسى حكمها في الترك حكم العامد
Al-Jaahilu wa an-naasi hukmuhaa fi
at-tarki hukm al-'aamid
"Orang yang tidak tahu hukum, atau orang yang
lupa, hukumnya dalam meninggalkan [kewajiban] sama dengan orang yang
sengaja." (Lihat Imam Ash-Shan'ani, Subulus Salam, 1/55).
Kaidah di atas mengandung pengertian bahwa dalam hal
meninggalkan suatu kewajiban (tarkul wajib), orang yang lupa atau
tak tahu hukum, sama hukumnya dengan orang yang sengaja meninggalkan
kewajiban itu. Sama hukumnya di sini maksudnya adalah sama dalam hal
tidak gugurnya suatu kewajiban yang ditinggalkan. Jadi, suatu kewajiban
tidaklah gugur, baik bagi orang yang lupa mengerjakannya, atau yang
tidak tahu hukum, atau yang sengaja meninggalkannya.
Karena itu, orang yang lupa berzakat fitrah, wajib
mengqadha`-nya, yakni kewajibannya tidak gugur dan tetap wajib
membayarnya walau sudah lewat dari waktu yang ditentukan. Contoh
lainnya, orang yang lupa shalat, wajib mengqadha`-nya. Demikian pula
orang yang lupa membayar utang, atau lupa memberi nafkah kepada
isteri-anak, atau lupa membayar gaji pegawainya, tetap diwajibkan
membayar kewajiban-kewajiban itu. Demikian pula orang yang lupa membasuh
kaki dalam wudhu dan baru ingat setelah selesai shalat, maka dia wajib
mengulangi wudhu dan shalatnya. Perempuan yang lupa menutup rambutnya
secara sempurna sehingga tak tertutup sempurna, dan baru tahu setelah
selesai shalat, wajib menutup rambutnya secara sempurna dan mengulangi
shalatnya. Demikian seterusnya.
Kaidah fikih yang semakna dengan kaidah di atas
dikemukakan pula oleh Imam Izzuddin bin Abdis Salam sebagai berikut :
من نسي مأمورا به لم يسقط بنسيانه مع إمكان التدارك
Man nasiya ma`muuran bihi lam yasquth
bi-nisyaanihi ma'a imkaan at-tadaaruk
"Barangsiapa lupa akan sesuatu yang
diperintahkan, tidaklah gugur perintah itu karena dia lupa jika masih
memungkinkan untuk dapat dikerjakan secara susulan." (Izzuddin bin
Abdis Salam, Qawa'idul Ahkam fi Mashalih Al-Anam, 2/3, Beirut :
Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1999).
Imam Izzudin bin Abdis Salam menerangkan, bahwa
sesuatu yang diperintahkan (kewajiban/kesunnahan) yang ditinggalkan
karena lupa itu ada dua macam. Pertama, yang tidak dapat disusul (laa
yaqbal at-tadaaruk), seperti jihad, sholat Jumat, sholat
gerhana, shalat rawatib, dan shalat jenazah. Kewajiban atau kesunnahan
jenis pertama ini, gugur dengan lewatnya waktu. Kedua, yang dapat
disusul (yaqbal at-tadaaruk), seperti sholat, zakat, puasa,
nadzar, utang, kaffarah, dan nafkah kepada isteri. Kewajiban jenis kedua
ini tidak gugur dengan lewatnya waktu. (Izzuddin bin Abdis Salam, Qawa'idul
Ahkam fi Mashalih Al-Anam, 2/3).
Berdasarkan kaidah fikih di atas, orang yang lupa
membayar zakat fitrah tetap wajib membayar zakatnya walaupun sudah
melewati batas akhir yang ditentukan.
Kesimpulan
Orang yang lupa membayar zakat fitrah, tidak berdosa
namun wajib mengqadha` zakatnya itu. Dengan kata lain, kewajiban zakat
fitrah itu tidak gugur darinya dan tetap wajib dibayarkan walaupun sudah
melewati batas waktu akhir yang ditentukan (yaitu shalat Idul Fitri). Wallahu
a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar