HUKUM AQIQAH SETELAH DEWASA
Kalau kita dulu waktu lahir belum diaqiqahi,
wajibkah aqiqah ketika kita dewasa selagi mampu? (Harun, Bandung)
Jawab :
Ada 2 (dua) pendapat fuqaha dalam masalah aqiqah
setelah dewasa (baligh). Pertama, pendapat beberapa tabi'in,
yaitu 'Atha`, Al-Hasan Al-Bashri, dan Ibnu Sirin, juga pendapat Imam
Syafi'i, Imam Al-Qaffal asy-Syasyi (mazhab Syafi'i), dan satu riwayat
dari Imam Ahmad. Mereka mengatakan orang yang waktu kecilnya belum
diaqiqahi, disunnahkan (mustahab) mengaqiqahi dirinya setelah
dewasa. Dalilnya adalah hadis riwayat Anas RA bahwa Nabi SAW mengaqiqahi
dirinya sendiri setelah nubuwwah (diangkat sebagai nabi). (HR
Baihaqi; As-Sunan Al-Kubra, 9/300; Mushannaf Abdur Razaq,
no 7960; Thabrani dalam Al-Mu'jam al-Ausath no 1006; Thahawi
dalam Musykil Al-Atsar no 883).
Kedua, pendapat Malikiyah dan riwayat lain
dari Imam Ahmad, yang menyatakan orang yang waktu kecilnya belum
diaqiqahi, tidak mengaqiqahi dirinya setelah dewasa. Alasannya aqiqah
itu disyariatkan bagi ayah, bukan bagi anak. Jadi si anak tidak perlu
mengaqiqahi dirinya setelah dewasa. Selain itu, hadis Anas RA yang
menjelaskan Nabi SAW mengaqiqahi dirinya sendiri dinilai dhaif sehingga
tidak layak menjadi dalil. (Hisamuddin 'Afanah, Ahkamul Aqiqah,
hlm. 59; Al-Mufashshal fi Ahkam al-Aqiqah, hlm.137; Maryam
Ibrahim Hindi, Al-'Aqiqah fi Al-Fiqh Al-Islami, hlm. 101; M. Adib
Kalkul, Ahkam al-Udhiyyah wa Al-'Aqiqah wa At-Tadzkiyyah, hlm.
44).
Dari penjelasan di atas, nampak sumber perbedaan
pendapat yang utama adalah perbedaan penilaian terhadap hadis Anas RA.
Sebagian ulama melemahkan hadis tersebut, seperti Imam Ibnu Hajar
Al-Asqalani (Fathul Bari, 12/12), Imam Ibnu Abdil Barr (Al-Istidzkar,
15/376), Imam Dzahabi (Mizan Al-I'tidal, 2/500), Imam Ibnu
Al-Qayyim Al-Jauziyah (Tuhfatul Wadud, hlm. 88), dan Imam Nawawi (Al-Majmu',
8/432). Imam Nawawi berkata,"Hadis ini hadis batil," karena menurut
beliau di antara periwayat hadisnya terdapat Abdullah bin Muharrir
yang disepakati kelemahannya. (Al-Majmu', 8/432).
Namun, Nashiruddin Al-Albani telah meneliti ulang
hadis tersebut dan menilainya sebagai hadis sahih. (As-Silsilah
al-Shahihah, no 2726). Menurut Al-Albani, hadis Anas RA ternyata
mempunyai dua isnad (jalur periwayatan). Pertama, dari
Abdullah bin Muharrir, dari Qatadah, dari Anas RA. Jalur inilah yang
dinilai lemah karena ada Abdullah bin Muharrir. Kedua, dari Al-Haitsam bin Jamil, dari Abdullah bin
Al-Mutsanna bin Anas, dari Tsumamah bin Anas, dari Anas RA. Jalur kedua
ini oleh Al-Albani dianggap jalur periwayatan yang baik (isnaduhu
hasan), sejalan dengan penilaian Imam Al-Haitsami dalam Majma'
Az-Zawa`id (4/59).
Terkait penilaian sanad hadis, Imam Taqiyuddin
An-Nabhani menyatakan lemahnya satu sanad dari suatu hadis, tidak
berarti hadis itu lemah secara mutlak. Sebab bisa jadi hadis itu
mempunyai sanad lain, kecuali jika ahli hadis menyatakan hadis itu tidak
diriwayatkan kecuali melalui satu sanad saja. (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Syakhshiyyah
Al-Islamiyah, 1/345).
Berdasarkan ini, kami cenderung pada pendapat
pertama, yaitu orang yang waktu kecilnya belum diaqiqahi, disunnahkan
mengaqiqahi dirinya sendiri setelah dewasa. Sebab dalil yang
mendasarinya (hadis Anas RA), merupakan hadis sahih, mengingat ada jalur
periwayatan lain yang sahih. Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar