Ahlak Terhadap Orang Kafir
Bagaimana ahlak Rasulullah saw ketika bergaul dengan orang-orang
kafir? Ahlak nabi saw adalah al Qur’an sebagaimana riwayat dari ‘Aisyah
ra ketika ditanya ahlak nabi saw, beliau menjawab:
“Ahlak beliau (nabi saw) adalah al Qur’an”. Kemudian ‘Aisyah ra
membacakan ayat:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (Qs
al Qalam:4).
Kata “Khuluqin ‘azhim” (budi pekerti yang agung) dalam ayat ini,
mencakup seluruh ahlak terhadap semua mahluk. Rahmat (rasa kasih sayang)
merupakan ahlak yang paling tinggi, motivator serta motor penggerak
utama suatu ahlak.
Jika contoh-contoh dan riwayat-riwayat yang telah dibawakan dalam
ceramah tersebut berkaitan dengan ahlak beliau saw, terhadap orang-orang
kafir saat peperangan, maka bagaimana kita akan menggambarkan ahlak
beliau saw terhadap mereka dalam kondisi damai?
Saya akan menyebutkan tiga hadits tentang hal itu.
Yang pertama, sabda
Rasulullah saw:
“…Sesungguhnya para utusan (duta) itu tidak boleh dibunuh.” ( Riwayat
Abu Dawud).
Maksudnya adalah, para utusan yang dikirim oleh orang-orang kafir
sebagai duta dan penghubung antara kaum Muslimin dengan kaum Kafir.
Keadilan dan kasih-sayang Islam tidak memperbolehkan untuk membunuh
dan menyakiti mereka. Karena, dalam Islam terdapat ajaran (agar menjaga
dan menataati) perjanjian dan ikatan janji.
Ini di antara gambaran cara bergaul tingkat tinggi dari kaum
Muslimin, atau dari agama Islam, atau dari nabi Islam kepada orang-orang
Kafir, non Islam.
Hadis kedua, yaitu dalam
wasiat nabi saw kepada Mu’adz bin Jabal ra, beliau bersabda:
“…dan pergaulilah manusia dengan ahlak yang baik.” (Hr Ahmad,
Tirmidzi, Darimi).
Dalam hadits ini, Rasulullah saw tidak mengatakan “pergaulillah kaum
Muslimin, atau orang-orang shalih (salih), atau orang-orang yang
mengerjakan shalat”, akan tetapi beliau mengatakan”…dan pergaulilah
manusia dengan ahlak yang baik”.
Maksudnya adalah semua agama, yang kafir, yang muslim, yang mushlih
(muslih; yang melakukan perbaikan), yang faajir (jahat) dan yang shalih,
sebagai bentuk keluasaan rahmat dan kelengkapannya dengan ahlak din
(agama).
Hadis ketiga, yaitu hadis
tentang seorang Yahudi, tetangga nabi saw, yang sering menyakiti beliau
saw.
Suatu ketika, nabi mengetahui bahwa orang yang selalu menyakitinya
ini memiliki seorang anak yang sedang sekarat. Maka nabi saw datang
berkunjung kerumahnya dan mengajaknya menuju jalan Rabb-nya, dengan
harapan semoga Allah memberikan petunjuk dan memperbaiki keadaan orang
ini.
Beliau saw membalas keburukan dengan kebaikan, meskipun terhadap
orang kafir, Rasulullah saw bersabda kepada si anak, sementara bapaknya
juga ada bersama mereka:
“Wahai bocah, katakanlah laa ilaaha illallah, itu akan
menyelamatkanmu dari api neraka.”
Mendengar seruan ini, si anak memandang ke arah bapaknya dan
memperhatikannya. Rasulullah saw mengulangi lagi:
“Wahai bocah, katakanlah laa ilaaha illallah!”
Si anak memandang ke arah bapaknya lagi. Kejadian yang sama juga
terjadi antara Rasulullah saw dengan pamannya, Abu Thalib, yang
senantiasa membantu dan menolong din Islam, kaum Muslimin dan Rasulullah
saw, akan tetapi, dia tidak masuk Islam. Rasulullah saw bersabda
kepadanya:
“Wahai paman, katakanlah laa ilaaha illallah…”
Mendengar seruan ini, Abu Thalib memandang para pembesar Qurays. Lalu
mereka mengatakan:
“Apakah kamu benci terhadap agama nenek moyangmu?” (Hadis riwayat
Imam Bukhari).
Akhirnya Abu Thalib meninggal dalam kekafiran.
Sedangkan orang Yahudi (dalam cerita ini) yang mendengar nabi saw
mengajak anaknya agar masuk Islam, Allah menceritakan kondisi mereka:
“Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepadanya, mereka
mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri.
Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman (kepada
Allah).” (QS Al An’aam :20)
Bagaimana jawaban dan responnya? Orang Yahudi itu mengatakan:
“Wahai anakku, taatlah kepada Abul Qasim (Muhammad saw)!”
Maka si anak mengucapkan syahadatain. Sebelum menghembuskan napas
terakhir. Mendapat respon positif ini, Rasulullah bersabda:
“Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka
dengan sebabku.” (Hr Bukhari, 1356, Abu Dawud).
Inilah ahlak Rasulullah saw yang muliah, adab beliau yang luhur
terhadap orang-orang non Muslim, ketika kondisi perang dan dalam keadaan
damai. Kita memohon kepada Allah SWT, agar menjadikan ahlak kita sama
seperti ahlak beliau saw, dan semoga Allah menjadikan Rasulullah saw
sebagai panutan terbaik kita. Allah Berfirman:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al Ahzab :21)
(Syaikh Ali bin Abdul Hamid Hasan al Halaby dalam muhadharah di
Masjid Istiqlal, 19 febuari 2006).
Tulisan ini dikutip dari rubrik Soal-Jawab majalah As-Sunnah halaman
10, Edisi 02/X/1427 H/2006 M.
Semoga bermanfaat Amiin Allahuma Amiin.
Wassallam Alikum Warrohmattullahi Wabbarakatuhu…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar