Selasa, 20 September 2011

Ahlak Terhadap Orang Kafir

Ahlak Terhadap Orang Kafir

Bagaimana ahlak Rasulullah saw ketika bergaul dengan orang-orang kafir? Ahlak nabi saw adalah al Qur’an sebagaimana riwayat dari ‘Aisyah ra ketika ditanya ahlak nabi saw, beliau menjawab:
“Ahlak beliau (nabi saw) adalah al Qur’an”. Kemudian ‘Aisyah ra membacakan ayat:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (Qs al Qalam:4).
Kata “Khuluqin ‘azhim” (budi pekerti yang agung) dalam ayat ini, mencakup seluruh ahlak terhadap semua mahluk. Rahmat (rasa kasih sayang) merupakan ahlak yang paling tinggi, motivator serta motor penggerak utama suatu ahlak.
Jika contoh-contoh dan riwayat-riwayat yang telah dibawakan dalam ceramah tersebut berkaitan dengan ahlak beliau saw, terhadap orang-orang kafir saat peperangan, maka bagaimana kita akan menggambarkan ahlak beliau saw terhadap mereka dalam kondisi damai?
Saya akan menyebutkan tiga hadits tentang hal itu.

Yang pertama, sabda Rasulullah saw:
“…Sesungguhnya para utusan (duta) itu tidak boleh dibunuh.” ( Riwayat Abu Dawud).
Maksudnya adalah, para utusan yang dikirim oleh orang-orang kafir sebagai duta dan penghubung antara kaum Muslimin dengan kaum Kafir.
Keadilan dan kasih-sayang Islam tidak memperbolehkan untuk membunuh dan menyakiti mereka. Karena, dalam Islam terdapat ajaran (agar menjaga dan menataati) perjanjian dan ikatan janji.
Ini di antara gambaran cara bergaul tingkat tinggi dari kaum Muslimin, atau dari agama Islam, atau dari nabi Islam kepada orang-orang Kafir, non Islam.

Hadis kedua, yaitu dalam wasiat nabi saw kepada Mu’adz bin Jabal ra, beliau bersabda:
“…dan pergaulilah manusia dengan ahlak yang baik.” (Hr Ahmad, Tirmidzi, Darimi).
Dalam hadits ini, Rasulullah saw tidak mengatakan “pergaulillah kaum Muslimin, atau orang-orang shalih (salih), atau orang-orang yang mengerjakan shalat”, akan tetapi beliau mengatakan”…dan pergaulilah manusia dengan ahlak yang baik”.
Maksudnya adalah semua agama, yang kafir, yang muslim, yang mushlih (muslih; yang melakukan perbaikan), yang faajir (jahat) dan yang shalih, sebagai bentuk keluasaan rahmat dan kelengkapannya dengan ahlak din (agama).

Hadis ketiga, yaitu hadis tentang seorang Yahudi, tetangga nabi saw, yang sering menyakiti beliau saw.
Suatu ketika, nabi mengetahui bahwa orang yang selalu menyakitinya ini memiliki seorang anak yang sedang sekarat. Maka nabi saw datang berkunjung kerumahnya dan mengajaknya menuju jalan Rabb-nya, dengan harapan semoga Allah memberikan petunjuk dan memperbaiki keadaan orang ini.
Beliau saw membalas keburukan dengan kebaikan, meskipun terhadap orang kafir, Rasulullah saw bersabda kepada si anak, sementara bapaknya juga ada bersama mereka:
“Wahai bocah, katakanlah laa ilaaha illallah, itu akan menyelamatkanmu dari api neraka.”
Mendengar seruan ini, si anak memandang ke arah bapaknya dan memperhatikannya. Rasulullah saw mengulangi lagi:
“Wahai bocah, katakanlah laa ilaaha illallah!”
Si anak memandang ke arah bapaknya lagi. Kejadian yang sama juga terjadi antara Rasulullah saw dengan pamannya, Abu Thalib, yang senantiasa membantu dan menolong din Islam, kaum Muslimin dan Rasulullah saw, akan tetapi, dia tidak masuk Islam. Rasulullah saw bersabda kepadanya:
“Wahai paman, katakanlah laa ilaaha illallah…”
Mendengar seruan ini, Abu Thalib memandang para pembesar Qurays. Lalu mereka mengatakan:
“Apakah kamu benci terhadap agama nenek moyangmu?” (Hadis riwayat Imam Bukhari).
Akhirnya Abu Thalib meninggal dalam kekafiran.
Sedangkan orang Yahudi (dalam cerita ini) yang mendengar nabi saw mengajak anaknya agar masuk Islam, Allah menceritakan kondisi mereka:
“Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepadanya, mereka mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman (kepada Allah).” (QS Al An’aam :20)
Bagaimana jawaban dan responnya? Orang Yahudi itu mengatakan:
“Wahai anakku, taatlah kepada Abul Qasim (Muhammad saw)!”
Maka si anak mengucapkan syahadatain. Sebelum menghembuskan napas terakhir. Mendapat respon positif ini, Rasulullah bersabda:
“Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka dengan sebabku.” (Hr Bukhari, 1356, Abu Dawud).
Inilah ahlak Rasulullah saw yang muliah, adab beliau yang luhur terhadap orang-orang non Muslim, ketika kondisi perang dan dalam keadaan damai. Kita memohon kepada Allah SWT, agar menjadikan ahlak kita sama seperti ahlak beliau saw, dan semoga Allah menjadikan Rasulullah saw sebagai panutan terbaik kita. Allah Berfirman:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al Ahzab :21)
(Syaikh Ali bin Abdul Hamid Hasan al Halaby dalam muhadharah di Masjid Istiqlal, 19 febuari 2006).
Tulisan ini dikutip dari rubrik Soal-Jawab majalah As-Sunnah halaman 10, Edisi 02/X/1427 H/2006 M.
Semoga bermanfaat Amiin Allahuma Amiin.
Wassallam Alikum Warrohmattullahi Wabbarakatuhu…

Tidak ada komentar: