Kamis, 15 September 2011

HUKUM PEJABAT MENERIMA HADIAH

HUKUM PEJABAT MENERIMA HADIAH

Tanya :
Ustadz, bolehkah seorang pejabat menerima hadiah misalnya dari kolega, rekanan, dll?
Jawab :
Haram hukumnya seorang pejabat menerima hadiah yang terkait dengan tugas atau jabatannya. Pejabat di sini maksudnya adalah setiap orang yang mempunyai kewenangan memutuskan suatu kepentingan publik tertentu. (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Syakhshiyah Al-Islamiyah, Juz II/334; Abdul Qadim Zallum, Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah, hal. 119).
Banyak dalil-dalil yang menegaskan haramnya pejabat menerima hadiah. Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah RA bahwa Nabi SAW bersabda,"Hadiah-hadiah yang diberikan kepada para pemimpin adalah harta khianat (hadaya al-umara` ghulul)." (HR Thabrani dalam Al-Awsath no 5126. Dalam Majma' Az-Zawaid Juz IV/151 Imam Al-Haitsami berkata,"Sanad hadis ini hasan").
Diriwayatkan dari Buraidah RA bahwa Nabi SAW bersabda,"Barangsiapa yang telah kami angkat untuk melakukan suatu tugas, lalu dia telah kami gaji, maka apa saja yang diambilnya selain gaji adalah harta khianat (ghulul)." (HR Abu Dawud no 2554. Hadis sahih, lihat Nashiruddin Al-Albani, Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, Juz I/191).
Diriwayatkan dari Abu Hamid As-Sa'idi RA bahwa Nabi SAW pernah mengutus Ibnu Lutbiyah untuk mengumpulkan zakat dari Bani Sulaim. Setelah menyelesaikan tugasnya, Ibnu Lutbiyah berkata kepada Nabi SAW,"Ini zakat yang saya kumpulkan, saya serahkan kepada Anda. Sedang ini adalah hadiah yang diberikan orang kepada saya." Maka Nabi SAW bersabda,"Mengapa kamu tidak duduk-duduk saja di rumah bapakmu atau ibumu hingga hadiah itu datang kepadamu jika kamu memang benar?" (HR Bukhari no 6464).
Imam Taqiyuddin An-Nabhani menjelaskan,"Ketiga hadis di atas dengan jelas menunjukkan bahwa hadiah yang diberikan kepada pejabat yang melaksanakan tugas publik adalah haram, baik diberikan sebelum dia memutuskan kebijakan tertentu maupun sesudahnya, atau diberikan karena dia pemegang kebijakan dalam urusan tertentu, atau diberikan karena dia orang berpengaruh yang dekat dengan pemegang kebijakan. Semuanya haram." (Al-Syakhshiyah Al-Islamiyah, Juz II/338).
Dikecualikan dari keharaman ini, hadiah kepada pejabat yang diberikan bukan karena tugas atau jabatannya, misalnya karena hubungan pribadi antara seseorang dengan pejabat sebelum dia menjadi pejabat, sehingga telah terbiasa memberi hadiah. Hadiah seperti ini boleh hukumnya. Dalilnya sabda Nabi SAW di atas, "Mengapa kamu tidak duduk-duduk saja di rumah bapakmu atau ibumu hingga hadiah itu datang kepadamu jika kamu memang benar?" (HR Bukhari). Dari hadis ini dapat ditarik pemahaman yang berkebalikan dari yang tersurat (mafhum mukhalafah), yakni kalau hadiah itu datang kepada seseorang sedang ia duduk-duduk saja di rumah bapaknya atau ibunya, maka hadiah itu dibolehkan. Artinya, jika hadiah itu diberikan tidak terkait dengan tugas atau jabatan, hukumnya boleh. Maka kalau kita sudah biasa memberi hadiah kepada seseorang sebelum dia jadi pejabat, maka kalau suatu saat dia jadi pejabat, kita tetap dibolehkan memberinya hadiah. (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Syakhshiyah Al-Islamiyah, Juz II/338). Wallahu a'lam.

Tidak ada komentar: