HUKUM JUAL BELI KREDIT (CICILAN) DAN UANG MUKA (DP)
Ustadz, sebenarnya bagaimana hukum jual beli
secara kredit (cicilan) dan uang muka (DP) dalam Islam? (Arina)
Jawab :
Jual beli kredit dalam fiqih dikenal dengan istilah al-bai`
bi ad-dain atau al-bai` bi at-taqsith, atau al-bai'
li-ajal. Semuanya berarti jual beli dengan penyerahan barang pada
saat akad, tapi pembayarannya dilakukan secara tertunda. Pembayaran
tertunda ini dapat dilakukan sekaligus pada satu waktu, atau dicicil
(diangsur) dalam beberapa kali cicilan (tidak dibayar sekaligus dalam
satu waktu). (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Mu'amalah Al-Maliyah Al-Muashirah,
hal. 311; Yusuf As-Sabatin, Al-Buyu' Al-Qadimah wal Mu'ashirah,
hal. 84).
Dalam jual beli kredit umumnya penjual menetapkan
harga kredit yang lebih mahal daripada harga kontan (cash).
Misalnya, penjual menetapkan harga sebuah sepeda motor seharga Rp 10
juta jika dibayar kontan, dan Rp 12 juta jika dibayar kredit dalam
jangka waktu tertentu. Dalam jual beli kredit ini penjual seringkali
menetapkan uang muka (DP, down payment). Dengan ketentuan, jika
jual beli jadi, uang muka akan dihitung sebagai bagian harga. Jika tidak
jadi, uang muka tidak dikembalikan kepada pembeli tapi menjadi hak
penjual. Bolehkah jual beli kredit dan DP semacam ini?
Jumhur fuqaha seperti ulama mazhab yang empat
(Hanafiyah, Malikiyah, Syafiiyah, Hanabilah) membolehkan jual beli
kredit, meski penjual menjual barang dengan harga kredit yang lebih
mahal daripada harga kontan. Inilah pendapat yang kuat (rajih).
(Wahbah Az-Zuhaili, Al-Mu'amalah Al-Maliyah Al-Muashirah, hal.
316, Asy-Syaukani, Nailul Authar, 8/199; An-Nabhani, Asy-Syakhshiyah
Al-Islamiyah, 2/307).
Dalil kebolehannya adalah keumuman dalil-dalil yang
telah membolehkan jual beli, misalnya QS Al-Baqarah : 275 (artinya),"Padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." Juga
berdasar sabda Nabi SAW,"Sesungguhnya jual beli itu adalah atas dasar
saling ridha." (HR Ahmad dan Ibnu Majah). Kata "jual beli"
ini bersifat umum, mencakup jual beli kredit. Diriwayatkan bahwa Thawus,
Al-Hakam, dan Hammad berkata bahwa tidaklah mengapa kalau penjual
berkata kepada pembeli,'Aku jual kontan kepadamu dengan harga sekian,
dan aku jual kredit kepadamu dengan harga sekian,' lalu pembeli membeli
dengan salah satu dari dua harga itu. (Hisyam Barghasy, Hukum Jual
Beli Secara Kredit (terj), hal. 75).
Adapun mengenai uang muka (DP), hukumnya boleh.
Karena ada riwayat bahwa Umar bin Khaththab pernah membeli rumah dari
Shofwan bin Umayyah dengan harga 4000 dirham, dengan ketentuan jika Umar
rela, maka jual beli dilaksanakan dengan harga tersebut. Jika Umar
tidak rela (tidak jadi beli), Shofwan berhak mendapat 400 dirham (10 %
dari harga). (Yusuf As-Sabatin, Al-Buyu' Al-Qadimah wal Mu'ashirah,
hal. 84).
Sebagian ulama melarang uang muka ('urbun)
dengan dalil hadis bahwa Nabi SAW melarang jual beli dengan uang muka ('urbun)
(HR Ahmad, Nasa'i, Ibnu Majah). Namun hadis ini ternyata lemah
sehingga tidak dapat dijadikan dalil untuk melarang DP. (Ibnu Hajar, At-Talkhis
Al-Habir, 3/17; Al-Albani, Takhrij Al-Misykah, 2/866). Wallahu
a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar