FEE KEPADA BENDAHARA GAJI DARI BANK
Ustadz, isteri saya bendahara di Pengadilan
Agama. Setiap bulan mendapat fee (uang) dari bank BRI, yang menjadi
tempat masuk gaji bagi pegawai di tempat isteri saya bekerja. Apa status
hukum fee tersebut? (08157956xxx)
Jawab :
Fee tersebut haram hukumnya diterima. Sebab
jika seseorang telah bekerja di suatu instansi dan sudah mendapat gaji
untuk pekerjaannya itu, maka uang atau harta yang diterimanya selain
dari gaji hukumnya haram.
Dalil keharamannya adalah hadis sahih, yang
diriwayatkan dari Buraidah RA dari ayahnya bahwa Nabi SAW bersabda :
مَنِ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلىَ عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُوْلٌ
"Barangsiapa yang telah kami jadikan pegawai, lalu
telah kami berikan gaji kepadanya, maka apa saja yang diambilnya selain
dari gaji itu, adalah suatu kecurangan/pengkhianatan (ghulul)." (HR
Abu Dawud. Menurut pentahqiqan Nashiruddin Al-Albani hadis ini
sahih, lihat kitab-kitabnya : Misykatul Mashabih, 2/353;
Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, 1/191, Ghayatul Maram fi Takhrij
Ahadits Al-Halal wa Al-Haram, 1/265, Shahih wa Dha'if Sunan Abu
Dawud, 6/443; Imam Syaukani, Nailul Authar, 6/459).
Arti asal ghulul adalah
pengkhianatan dalam ghanimah (harta rampasan perang) dan dalam
harta fai`(al-khiyanah fi al-ghanimah wa maal al-fai`) ('Aunul
Ma'bud, 6/419). Maksudnya, ghulul adalah mencuri harta
rampasan perang sebelum harta rampasan itu dibagikan (as-sariqah
minal ghanimah qabla al-qismah, stealing from the war booty
before its distribution). (Rawwas Qal'ah Jie, Mu'jam Lughah
Al-Fuqaha`, hal.250).
Namun, hadis di atas sebenarnya bermakna
umum, yaitu dapat diterapkan dalam hukum ijarah (akad tenaga
kerja/pegawai), tidak hanya berlaku untuk konteks kecurangan dalam harta
ghanimah. Sebab pemaknaan ghulul sebagai pencurian harta
ghanimah hanyalah pemaknaan menurut kebiasaan yang terjadi pada
ghalibnya (al-ghalib al-urfi) (Al-Munawi, Faidhul Qadir Syarah
Al-Jami' Ash-Shaghir, 6/73).
Selain itu, hadis di atas datang dalam
bentuk umum, yaitu diawali dengan kata "man" (barangsiapa), yang
merupakan lafal umum. Jadi, kata ghulul dapat diartikan secara
umum, yaitu mengambil sesuatu lalu memanipulasinya ke dalam hartanya
sendiri, atau tindakan yang dilakukan secara tidak jujur (akhdzu
asy-syai`i wa dassuhu fi mataa'ihi; to act unfaithfully) (Rawwas
Qal'ah Jie, Mu'jam Lughah Al-Fuqaha`, hal.250).
Walhasil, kata ghulul tidak hanya
dapat diterapkan untuk konteks pencurian ghanimah, tapi dapat berlaku
pula untuk setiap pengkhianatan atau kecurangan dalam urusan harta
benda. Maka tak heran Imam Syaukani menjelaskan pemberlakukan hadis di
atas dalam konteks hukum ijarah dengan berkata :
وَفِيهِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّهُ لَا يَحِلُّ لِلْعَامِلِ زِيَادَةٌ عَلَى مَا فَرَضَ لَهُ مَنْ اسْتَعْمَلَهُ ، وَأَنَّ مَا أَخَذَهُ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ مِنْ الْغُلُولِ
"Dalam hadis ini terdapat dalil bahwa tidak
halal bagi seorang pegawai ('amil) mengambil tambahan dari apa yang
telah ditetapkan oleh pihak yang mempekerjakannya, dan bahwa apa yang
diambilnya di luar gaji itu, adalah termasuk pengkhianatan (ghulul).
(Imam Syaukani, Nailul Authar, 6/459).
Dengan demikian, berdasarkan hadis ini,
jika seseorang telah bekerja untuk suatu pihak yang mempekerjakannya
(baik yang mempekerjakannya itu individu maupun pemerintah), dan orang
itu sudah mendapat gaji untuk pekerjaannya, maka uang atau harta yang
diambilnya/diterimanya selain dari gaji tersebut, hukumnya haram.
Dalam kasus di atas, bendahara yang bekerja
di Pengadilan Agama jelas sudah mendapat gaji dari Pengadilan Agama
untuk pekerjaan yang dilakukannya, termasuk pekerjaan mengurus gaji yang
berasal dari pusat lewat BRI. Maka dari itu, ketika bendahara tersebut
menerima fee dari BRI untuk pekerjaaanya itu, hukumnya haram. Sebab dia
telah melakukan ghulul seperti dalam hadis, yaitu mengambil
tambahan di luar gaji yang telah ditetapkan oleh pihak yang
mempekerjakannya (Pengadilan Agama).
Kesimpulannya, fee tersebut haram hukumnya
dan tidak boleh diterima. Praktik semacam ini harus segera diakhiri,
karena termasuk dosa, bahkan dosa besar (al-kaba`ir).
(Al-Munawi, Faidhul Qadir Syarah Al-Jami' Ash-Shaghir, 6/73). Nauzhu
billah min dzalik. Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar