ETIKA MEMBERI SALAM DALAM ISLAM
Makruh memberi salam dengan ucapan:
“Alaikumus salam” karena di dalam hadits Jabir Radhiallaahu ‘anhu
diriwayatkan bahwasanya ia menuturkan : Aku pernah menjumpai Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa sallam maka aku berkata: “Alaikas salam ya
Rasulallah”. Nabi menjawab: “Jangan kamu mengatakan: Alaikas salam”. Di
dalam riwayat Abu Daud disebutkan: “karena sesungguhnya ucapan “alaikas
salam” itu adalah salam untuk orang-orang yang telah mati”. (HR. Abu
Daud dan At-Turmudzi, dishahihkan oleh Al-Albani).
Dianjurkan mengucapkan salam tiga kali
jika khalayak banyak jumlahnya. Di dalam hadits Anas disebutkan bahwa
Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila ia mengucapkan suatu
kalimat, ia mengulanginya tiga kali. Dan apabila ia datang kepada suatu
kaum, ia memberi salam kepada mereka tiga kali” (HR. Al-Bukhari).
Termasuk sunnah adalah orang mengendarai
kendaraan memberikan salam kepada orang yang berjalan kaki, dan orang
yang berjalan kaki memberi salam kepada orang yang duduk, orang yang
sedikit kepada yang banyak, dan orang yang lebih muda kepada yang lebih
tua. Demikianlah disebutkan di dalam hadits Abu Hurairah yang
muttafaq’alaih.
Disunnatkan keras ketika memberi salam dan demikian pula menjawabnya, kecuali jika di sekitarnya ada orang-orang yang sedang tidur. Di dalam hadits Miqdad bin Al-Aswad disebutkan di antaranya: “dan kami pun memerah susu (binatang ternak) hingga setiap orang dapat bagian minum dari kami, dan kami sediakan bagian untuk Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam Miqdad berkata: Maka Nabi pun datang di malam hari dan memberikan salam yang tidak membangunkan orang yang sedang tidur, namun dapat didengar oleh orang yang bangun”.(HR. Muslim).
Disunnatkan keras ketika memberi salam dan demikian pula menjawabnya, kecuali jika di sekitarnya ada orang-orang yang sedang tidur. Di dalam hadits Miqdad bin Al-Aswad disebutkan di antaranya: “dan kami pun memerah susu (binatang ternak) hingga setiap orang dapat bagian minum dari kami, dan kami sediakan bagian untuk Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam Miqdad berkata: Maka Nabi pun datang di malam hari dan memberikan salam yang tidak membangunkan orang yang sedang tidur, namun dapat didengar oleh orang yang bangun”.(HR. Muslim).
Disunatkan memberikan salam di waktu
masuk ke suatu majlis dan ketika akan meninggalkannya. Karena hadits
menyebutkan: “Apabila salah seorang kamu sampai di suatu majlis
hendaklah memberikan salam. Dan apabila hendak keluar, hendaklah
memberikan salam, dan tidaklah yang pertama lebih berhak daripada yang
kedua. (HR. Abu Daud dan disahihkan oleh Al-Albani).
Disunnatkan memberi salam di saat masuk ke suatu rumah sekalipun rumah itu kosong, karena Allah telah berfirman yang artinya:
” Dan apabila kamu akan masuk ke suatu rumah, maka ucapkanlah salam atas diri kalian” (An-Nur: 61)
” Dan apabila kamu akan masuk ke suatu rumah, maka ucapkanlah salam atas diri kalian” (An-Nur: 61)
Dan karena ucapan Ibnu Umar Radhiallaahu
‘anhuma : “Apabila seseorang akan masuk ke suatu rumah yang tidak
berpenghuni, maka hendaklah ia mengucapkan : Assalamu `alaina wa `ala
`ibadillahis shalihin” (HR. Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufrad, dan
disahihkan oleh Al-Albani).
Dimakruhkan memberi salam kepada orang
yang sedang di WC (buang hajat), karena hadits Ibnu Umar Radhiallaahu
‘anhuma yang menyebutkan “Bahwasanya ada seseorang yang lewat sedangkan
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam sedang buang air kecil, dan
orang itu memberi salam. Maka Nabi tidak menjawabnya”. (HR. Muslim)
Disunnatkan memberi salam kepada
anak-anak, karena hadits yang bersumber dari Anas Radhiallaahu ‘anhu
menyebutkan: Bahwasanya ketika ia lewat di sekitar anak-anak ia memberi
salam, dan ia mengatakan: “Demikianlah yang dilakukan oleh Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa sallam”. (Muttafaq’alaih).
Tidak memulai memberikan salam kepada
Ahlu Kitab, sebab Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :”
Janganlah kalian terlebih dahulu memberi salam kepada orang-orang Yahudi
dan Nasrani…..” (HR. Muslim). Dan apabila mereka yang memberi salam
maka kita jawab dengan mengucapkan “wa `alaikum” saja, karena sabda
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Apabila Ahlu Kitab memberi
salam kepada kamu, maka jawablah: wa `alaikum”.(Muttafaq’alaih).
Disunnatkan memberi saam kepada orang
yang kamu kenal ataupun yang tidak kamu kenal. Di dalam hadits Abdullah
bin Umar Radhiallaahu ‘anhu disebutkan bahwasanya ada seseorang yang
bertanya kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Islam yang
manakah yang paling baik? Jawab Nabi: Engkau memberikan makanan dan
memberi salam kepada orang yang telah kamu kenal dan yang belum kamu
kenal”. (Muttafaq’alaih).
Disunnatkan menjawab salam orang yang
menyampaikan salam lewat orang lain dan kepada yang dititipinya. Pada
suatu ketika seorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa sallam lalu berkata: Sesungguhnya ayahku menyampaikan salam
untukmu. Maka Nabi menjawab : “`alaika wa`ala abikas salam”
Dilarang memberi salam dengan isyarat
kecuali ada uzur, seperti karena sedang shalat atau bisu atau karena
orang yang akan diberi salam itu jauh jaraknya. Di dalam hadits Jabir
bin Abdillah Radhiallaahu ‘anhu diriwayatkan bahwasanya Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah kalian memberi salam
seperti orang-orang Yahudi dan Nasrani, karena sesungguhnya pemberian
salam mereka memakai isyarat dengan tangan”. (HR. Al-Baihaqi dan dinilai
hasan oleh Al-Albani).
Disunnatkan kepada seseorang berjabat
tangan dengan saudaranya. Hadits Rasulullah mengatakan: “Tiada dua orang
muslim yang saling berjumpa lalu berjabat tangan, melainkan diampuni
dosa keduanya sebelum mereka berpisah” (HR. Abu Daud dan dishahihkan
oleh Al-Albani).
Dianjurkan tidak menarik (melepas)
tangan kita terlebih dahulu di saat berjabat tangan sebelum orang yang
dijabat tangani itu melepasnya. Hadits yang bersumber dari Anas
Radhiallaahu ‘anhu menyebutkan: “Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam
apabila ia diterima oleh seseorang lalu berjabat tangan, maka Nabi tidak
melepas tangannya sebelum orang itu yang melepasnya….” (HR. At-Tirmidzi
dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Haram hukumnya membungkukkan tubuh atau
sujud ketika memberi penghormatan, karena hadits yang bersumber dari
Anas menyebutkan: Ada seorang lelaki berkata: Wahai Rasulullah, kalau
salah seorang di antara kami berjumpa dengan temannya, apakah ia harus
membungkukkan tubuhnya kepadanya? Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam
menjawab: “Tidak”. Orang itu bertanya: Apakah ia merangkul dan
menciumnya? Jawab nabi: Tidak. Orang itu bertanya: Apakah ia berjabat
tangan dengannya? Jawab Nabi: Ya, jika ia mau. (HR. At-Turmudzi dan
dinilai shahih oleh Al-Albani).
Haram berjabat tangan dengan wanita yang
bukan mahram. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika akan
dijabat tangani oleh kaum wanita di saat baiat, beliau bersabda:
“Sesung-guhnya aku tidak berjabat tangan dengan kaum wanita”.
(HR.Turmudzi dan Nasai, dan dishahihkan oleh Albani).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar