Al-Farabi (biografi)
22 Desember 2009 — dedekusn
Al-Farabi
merupakan salah satu ilmuwan Islam, beliau juga dikenal sebagai:
fisikawan, kimiawan, filsuf, ahli ilmu logika, ilmu jiwa, metafisika,
politik, musik, dll.
Al-Farabi lahir di Farab, tahun 257 H / 870 M dan wafat di Haleb (Aleppo) pada tahun 339 H / 950 M. Nama lengkapnya Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan bin Uzlag Al-Farabi. Filsuf muslim terkemuka pada zamannya yang sukar dicari padanannya.
Dimasa kecil, ia yang dikenal rajin
belajar dan memiliki otak yang cerdas, belajar agama, bahasa Arab,
bahasa Turki, dan bahasa Parsi di kota kelahirannya, Farab. Setelah
besar al-Farabi pindah ke Baghdad dan tinggal selama 20 tahun. Di
Baghdad ia memperdalam filsafat, logika, matematika, etika, ilmu
politik, musik, dll. Dari Baghdad Al-Farabi
kemudian pindah ke Harran (Iran). Disana ia mempelajari filsafat Yunani
kepada beberapa ahli diantaranya Yuhana bin Hailan. Dari Harran
kemudian pindah lagi ke Baghdad.
Selama di Baghdad waktunya dihabiskan untuk mengajar dan menulis. Hasil karyanya diantaranya buku tentang ilmu logika, fisika, ilmu jiwa, metafisika, kimia, ilmu politik, musik, dll.
Tapi kebanyakan karya–karyanya yang ditulis dalam bahasa Arab telah
hilang dari peredaran. Sekarang yang masih tersisa diperkirakan hanya
sekitar 30 buah. Diantara karya–karyanya antara lain :
- Agrad al Kitab ma Ba’da Tabi’ah (Intisari Buku Metafisika)
- Al–Jam’u Baina Ra’yai al–Hakimaini (Mempertemukan dua pendapat Filusuf : Plato dan Aristoteles)
- ‘Uyun al Masa’il ( Pokok – pokok persoalan )
- Ara’u Ahl al–Madinah (Pikiran – pikiran Penduduk Kota)
- Ihsa’ al– ‘Ulum (Statistik Ilmu)
Ketika pergolakan politik di Baghdad
memuncak pada tahun 330 H/941 M, al–Farabi merantau ke Haleb (Aleppo),
disana ia mendapat perlakuan istimewa dari sultan Dinasti Hamdani yang
berkuasa ketika itu, yakni Saifuddawlah. Karena perlakuan baiknya maka
al-Farabi tetap tinggal di sana sampai akhir hayatnya.
Jasa Al-Farabi
bagi perkembangan ilmu filsafat pada umumnya dan filsafat Islam pada
khususnya sangat besar. Menurut berbagai sumber, ia menguasai 70 jenis
bahasa dunia, karena itulah al – Farabi dikenal menguasai banyak cabang
keilmuan.
Dalam bidang ilmu pengetahuan,
keahliannya yang paling menonjol ialah dalam ilmu *mantik (logika).
Kepiawaiannya dibidang ini jauh melebihi gurunya, Aristoteles. Menurut al– Ahwani, pengarang al–Falsafah al– Islamiyyah, besar kemungkinan gelar “Guru Kedua” (al-Mu’allim as–Sani)
yang disandang al-Farabi diberikan orang karena kemashurannya dalam
bidang ilmu mantik. Dialah orang yang pertama memasukkan ilmu logika
kedalam kebudayaan Arab, sebagaimana Aristoteles yang dijuluki “Guru
Pertama” (al – Mu’allim al – Awwal) karena dialah yang pertama kali menemukan ilmu logika dengan melatakkan dasar – dasarnya.
Dibidang filsafat, Al-Farabi tergolong ke dalam kelompok filusuf kemanusiaan. Ia lebih mementingkan soal–soal kemanusiaan seperti akhlak (etika), kehidupan intelektual, politik, dan seni.
Filsafat Al-Farabi sebenarnya merupakan campuran antara filsafat Aristoteles dan Neo–Platonisme dengan pikiran keislaman
yang jelas dan corak aliran Syiah Imamiah. Dalam soal ilmu mantik dan
filsafat fisika, umpamanya ; ia mengikuti pemikiran–pemikiran
Aristoteles, sedangkan dalam lapangan metafisika al–Farabi mengikuti
jejak Plotinus (205 – 270), seorang tokoh utama Neoplatonisme.
Al-Farabi
berkeyakinan penuh bahwa antara agama dan filsafat tidak terdapat
pertentangan karena sama – sama membawa kepada kebenaran. Namun
demikian, ia tetap berhati – hati atau bahkan khawatir kalau – kalau
filsafat itu membuat iman seorang menjadi rusak, dan oleh karena itu ia
berpendapat seyogianya disamping dirumuskan dengan bahasa yang samar –
samar, filsafat juga hendaknya jangan sampai bocor ke tangan orang awam.
Di antara pemikiran filsafat Al-Farabi yang terkenal adalah penjelasannya tentang emanasi (al-faid), yaitu teori yang mengajarkan tentang proses urut – urutan kejadian suatu wujud yang mungkin (alam makhluk) dari Zat yang wajib al wujud (Tuhan). Menurut nya, Tuhan adalah akal pikiran yang bukan berupa benda.
Segala sesuatu, menurut al-Farabi, keluar (memancar) dari Tuhan karena
Tuhan mengetahui bahwa Ia menjadi dasar susunan wujud yang sebaik –
baiknya. Ilmu-Nya menjadi sebab bagi wujud semua yang diketahui-Nya.
Bagaimana cara emanasi itu terjadi? Al-Farabi
mengatakan bahwa Tuhan itu benar – benar Esa sama sekali. karena itu,
yang keluar dari pada – Nya juga tentu harus satu wujud saja. Kalau yang
keluar dari zat Tuhan itu terbilang, maka berarti zat Tuhan juga
terbilang. Menurut Al-Farabi
dasar adanya emanasi ialah karena dalam pemikiran Tuhan dan pemikiran
akal-akal – yang timbul dari Tuhan – terdapat kekuatan emanasi dan
penciptaan.
Selain filsafat emanasi, Al-Farabi
juga terkenal dengan filsafat kenabian dan filsafat politik
kenegaraannya. Dalam hal filsafat kenabian, al-Farabi disebut – sebut
sebagai filusuf pertama yang membahas soal kenabian secara lengkap. Al-Farabi berkesimpulan bahwa para nabi / rasul maupun para flusuf sama – sama dapat berkomunikasi dengan akal Fa’’al, yakni akan ke sepuluh (malaikat). Perbedaannya, komunikasi nabi / rasul
dengan akal kesepuluh terjadi melalui perantaraan imajinasi
(al-mutakhayyilah) yang sangat kuat, sedangkan para filusuf
berkomunikasi dengan akal kesepuluh melalui akal Mustafad, yaitu akal
yang mempunyai kesanggupan dalam menangkap inspirasi dari akal kesepuluh
yang ada diluar diri manusia.
Dalam hal filsafat kenegaraan, Al-Farabi membedakan menjadi lima macam:
- Negara Utama (al-madinah al-fadilah), yaitu negara yang penduduknya berada dalam kebahagiaan. Menurutnya negara terbaik adalah negara yang dipimpin oleh rasul dan kemudian oleh para filusuf;
- Negara orang – orang bodoh (al-madinah al-jahilah), yaitu negara yang penduduknya tidak mengenal kebahagiaan;
- Negara orang – orang fasik (al-madinah al-fasiqah), yakni negara yang penduduknya mengenal kebahagiaan, Tuhan dan akal Fa’alal-madinah al-fadilah), tetapi tingkah laku mereka sama dengan penduduk negeri yang bodoh;seperti penduduk utama (
- Negara yang berubah – ubah (al-madinah almutabaddilah), ialah negara yang penduduknya semula mempunyai pikiran dan pendapat seperti yang dimiliki negra utama, tetapi kemudian mengalami kerusakan;
- Negara sesat (al-madinah ad-dallah), yaitu negara yang penduduknya mempunyai konsepsi pemikiran yang salah tentang Tuhan dan akal Fa’al, tetapi kepala negaranya beranggapan bahwa dirinya mendapat wahyu dan kemudian ia menipu orang banyak dengan ucapan dan perbuatannya.
Disadur dari Buku Ensiklopedi Islam, Departemen Pendidikan Nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar