Kamis, 15 September 2011

BAGIAN WARIS UNTUK SUAMI DAN SEORANG ANAK LAKI-LAKI

BAGIAN WARIS UNTUK SUAMI DAN SEORANG ANAK LAKI-LAKI

Tanya :
Seorang perempuan meninggal, ahli warisnya hanya suami dan seorang anak laki-laki. Bagaimanakah pembagian harta warisnya? (FW, Rancaekek).
Jawab :
Bagian waris untuk suami adalah ¼ (seperempat), sebab isteri yang meninggal mempunyai anak. Dalilnya adalah firman Allah SWT :

فإن كان لهن ولد فلكم الربع مما تركن

"Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya." (QS An-Nisaa` [4] : 12).
Ayat tersebut dengan jelas menyebutkan bahwa suami sebagai salah seorang ash-habul furudh (ahli waris yang mendapat harta waris dalam jumlah tertentu sesuai dengan nash), mendapat seperempat harta waris jika isteri yang meninggal mempunyai anak. (Fiqih Waris (terj.), Al-Imam Ar-Rahbi, hal. 57; Shalih al-Utsaimin, Risalah fi al-Fara`idh, hal. 7; M. Syifa’uddin Achmadi, Pintar Ilmu Faraidh, hal. 35; Muslich Maruzi, Pokok-Pokok Ilmu Waris, hal. 30; Mukti Arto, Hukum Waris Bilateral dalam Kompilasi Hukum Islam, hal. 119).
Adapun ahli waris seorang anak laki-laki, dia menjadi ahli waris ashobah, yaitu ahli waris yang menerima bagian seluruhnya dari sisa harta waris yang sebelumnya telah diambil oleh dzawil furudh / ash-habul furudh. (Mukti Arto, Hukum Waris Bilateral dalam Kompilasi Hukum Islam, hal. 28). Jadi, bagian waris anak laki-laki itu adalah ¾ (tiga perempat), sebab dia adalah ahli waris ashobah.
Dalil tentang ahli waris ashobah adalah sabda Nabi SAW :

ألْحِقُوا الْفَرَائِضَ بِأهْلِهَا فَمَا بَقِيَ فَهُوَ لِأوْلَى رَجُلٍ ذَكَرٍ

"Berikanlah bagian waris kepada para dzawil furudh (yang mendapat bagian tertentu sesuai dengan nash). Maka apa yang tersisa adalah untuk ahli waris laki-laki yang paling dekat nasabnya dengan yang meninggal." (HR Bukhari no i6732 dan Muslim no 1615). (Imam Syaukani, Nailul Authar, [Beirut : Dar Ibn Hazm], 2000, hal. 1210; Imam Shan’ani, Subulus Salam, 3/98).
Imam Syaukani menjelaskan bawha hadits di atas menunjukkan bahwa harta sisa setelah dipenuhinya hak dzawil furudh, menjadi hak ahli waris laki-laki yang nasabnya paling dekat dengan yang meninggal (muwarrits). (Imam Syaukani, Nailul Authar, hal. 1210).
Demikianlah jawaban kami. Namun sebelum pembagian waris dilakukan, tentu wajib dikeluarkan lebih dulu dari harta si mayyit )yang meninggal) segala kewajiban harta benda yang masih menjadi tanggungan si mayyit, yaitu biaya pengurusan jenazahnya, penunaian wasiat (harta) jika ada, dan pembayaran utang-utangnya (termasuk zakat mal yang belum dibayar) (Lihat QS an-Nisaa` : 12). Wallahu a’lam.
Yogyakarta, 10 Mei 2010
Muhammad Shiddiq al-Jawi

Tidak ada komentar: